Komunitas Adat Ba’tan di Kampung To’Jambu Lakukan Sirampun


Laporan: Aswin Sakke

Palopo (Perkumpulan Wallace).  Sejak dulu komunitas adat Ba’tan yang ada di wilayah To’ Jambu melakukan Sirampun (semacam pertemuan kampung)  untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Belum lama ini, sirampun kembali dilaksanakan di rumah Zainal Ahmadi sebagai Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK). Pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 11 Juni 2013, di hadiri oleh To’ Matua Kampung To’ Jambu, masing-masing Ketua RW dan Ketua RT, serta tokoh agama dan  tokoh masyarakat  yang ada di Battang Barat.

Sirampun ini membahas  tiga agenda, yaitu, pertama,  rencana pembangunan Pusat Pelayanan Kesehatan Kelruhan (Puskeskel). Kedua,  membicarakan persiapan mengikuti Sosialisasi Batas Kawasan Hutan Kota Palopo di Kelurahan Padang Lambe yang dilaksanakan  Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Dinas Kehutanan Provinsi Sulsel kerjasama Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Palopo. Rencananya akan dilaksanakan  pada tanggal 12 Juni 2013. Ketiga,  membicarakan persiapan  ‘’Dialog Kampung’’  yang dilaksanakan  Perkumpulan Wallacea  pada tanggal 18-19 Juni 2013 di Wisma Puri Rimba Battang Barat, dimana masyarakat akan diikutkan sebagai peserta.

Pembahasan agenda pembangunan Puskeskel berlangsung alot. Pasalnya, masyarakat sangat merespon rencana pembangunan sarana kesehatan tersebut. Mereka-pun menyiapkan lahan, bahkan masyarakat mengumpulkan dana menyewa alat berat untuk meratakan tanah seluas 15 x 20 meter yang berada di lokasi RW II Tanete. Hanya saja, begitu tempat sudah siap, tiba-tiba belakangan ada yang mempersoalkan izin karena lokasi tersebut berada dalam Kawasan Hutan Konservasi dibawah pengawasan BKSDA. Hal itupun membuat pelaksana proyek Puskeskel takut dan tidak mau melakukan pekerjaan di lokasi yang telah disediakan masyarakat Battang Barat. Runyamnya lagi, karena beredar issu bahwa Pimpinan Proyek meminta  Lurah Battang Barat,  dan salah seorang dari tokoh masyarakat untuk mengumpulkan tanda tangan dijadikan lampiran  Surat Permohonan Pengajuan Pemberitahuan Pembangunan yang akan diajukan ke BKSDA sebagai permohonan izin.

Namun  masyarakat tidak sepakat dengan cara tersebut.  Alasannya,  rencana pembangunan Puskeskel sudah disepakati sebelumnya oleh pemerintah, termasuk Lurah, Camat, dan Dinas Kesehatan Kota Palopo. Jadi kalau Pimpro  tidak mau bekerja  karena belum ada izin dari BKSDA itu berarti bukan lagi masyarakat yang harus berurusan dengan  BKSDA, akan tetapi harusnya Pemerintah Kota Palopo yang berwewenang menangani masalah tersebut.

‘’Yang harusnya memberikan pemberitahuan kepada BKSDA bukan lagi kami, apalagi kami di suruh bertandatangan. Yang jelas, kami sebagai warga negara berhak mendapatkan fasilitas dan pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan penghidupan yang layak,’’ tegas Ketua LPMK.  Masyarakatpun menyepakati tidak ada pengumpulan tanda tangan dan akan tetap mendesak Pemkot Palopo untuk  merealisasikan  pengadaan fasilitas kesehatan di Battang Barat.

Terkait pembahasan agenda kedua,  mengenai sosialisasi batas kawasan hutan, Hamsaluddin  memaparkan tahapan  yang harus dijalankan oleh kehutanan sehubungan dengan sosialisasi dan penetapan kawasan hutan lindung berdasarkan PP 44 Tahun 2012. Tahapan tersebut meliputi; Penunjukan oleh Menteri tentang Penataan Ulang Kawasan Hutan Lindung,  Tata Batas Harus Ditinjau Ulang,  Pemancangan Batas Sementara,  Pengumuman Hasil Pemancangan Batas Kepada Masyarakat,  Harus Ada inventarisasi,  Identifikasi dan Penyelesaian Hak-hak Pihak ke III, Penandatanganan Berita Acara Batas Sementara,  Pemasangan Tanda Batas, Pembuatan Peta, dan Penetapan Kawasan Hutan.

Sementara, pembahasan agenda ketiga  terkait ‘’Dialog Kampung’’ peserta Sirampun menyepakati dua hal yang akan dibawa ke sana, yaitu mendorong Perda pengakuan masyarakat adat, dan BKSDA keluar dari wilayah kelola masyarakat yang sudah di tentukan sesuai peta yang telah dibuat masyarakat Battang Barat. Karena selama ini masyarakat  sudah menyepakati sistem kolaborasi di luar Wilayah Kelola masyarakat. Mereka juga sudah punya kesiapan dalam mendorong Perda pengakuan atas wilayah adat,struktur adat, dan aturan adatnya.

Sirampun berjalan lancar dan alot ini difasilitasi Hamsalaluddin, Mirdat dan Aswin Sakke dari Perkumpulan Wallacea.  Mereka diminta oleh masyarakat untuk membantu fasilitasi jalannya proses supaya tetap terarah.